Senin, 19 Januari 2015

Apakah Akuntan harus beretika?


            Etika merupakan kebiasaan ataupun moral yang harus dimiliki oleh setiap manusia dalam melakukan setiap perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan buruk. Dalam hal ini etika sangat dibutuhkan terutama bagi seorang akuntan. Seperti pertanyaan di kalimat awal seorang akuntan harus beretika karena mereka merupakan orang yang diberi kepercayaan oleh berbagai pihak untuk membantu dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu pada tahun 1973 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dibentuk oleh IAI pada saat dilaksanakannya kongres. Pada tahun 1998 IAI menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI tanpa terkecuali.

Kode etik ini merupakan panduan serta aturan bagi seluruh akuntan yang bekerja di berbagai lingkungan dalam memenuhi tanggung jawab. Selain itu kode etik ini digunakan dalam mempertahankan diri dari godaan serta membantu dalam mengambil keputusan yang sulit. Kode etik atau aturan etika profesi akuntan ini wajib di patuhi oleh seluruh akuntan. Karena akuntan itu tidak hanya sebagai pekerjaan semata tapi juga profesi yang sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan jasa akuntan. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan maupun auditor membutuhkan etika tingkat tinggi.

Peran akuntan bagi masyarakat sangat penting. Kenapa? Karena akuntan berperan sebagai wartawan keuangan. Informasi yang dihasilkan oleh akuntan sangat penting untuk membantu pihak internal seperti manajer dan pihak eksternal dalam membuat keputusan. Oleh karena itu apabila seorang akuntan telah melakukan penyimpangan atau tidak menaati kode etik profesi akuntan dapat merugikan pihak yang menggunakan jasa mereka.

Tidak semua akuntan patuh dalam menjalankan kode etik ini, saat ini telah banyak terjadi penyimpangan etika profesi akuntansi bahkan didunia internasional. Dari tahun 1980 telah banyak pelanggaran etika seperti analisis keuangan yang menyesatkan, manipulasi akuntansi, bahkan penyuapan. Hal ini terjadi karena akuntan tidak memiliki etika serta tidak menjalan kode etik yang telah ditetapkan. Seperti halnya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PT KAI.
Dalam kasus ini pihak PT KAI melakukan manipulasi laporan keuangan. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkan pada tahun 2005, PT KAI mengumumkan bahwa telah mendapat keuntungan sebesar 6.90 milyar rupiah. Namun, apabila di telusuri seharusnya mereka menderita kerugian sebesar 63 milyar rupiah. Kerugian ini terjadi karena PT KAI tidak dapat menagih pajak kepada pihak ketiga selama tiga tahun. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dimasukkan ke dalam pendapatan. Sedangkan menurut standar akuntansi keuangan itu tidak dapat dikelompokkan ke dalam pendapatan atau asset. Disinilah telah terjadi kesalahan pencatatan. Di lain pihak PT KAI justru memandang kesalahan pencatatan ini hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang tak tertagih. Ada pihak yang menilai bahwa piutang tak tertagih bukanlah pendapatan. Sebaliknya, ada juga pihak yang berpendapat bahwa piutang tak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapat PT KAI. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT KAI harus mengakui bahwa menderita kerugian sebesar 63 milyar rupiah. Diduga manipulasi laporan keuangan PT KAI telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar